Khamis, 18 September 2008

"Ketika Kebenaran Didustakan dan Kedustaan dibenarkan

Oleh: Abu Khaulah Zainal Abidin

Di antara sebab murkanya Allah kepada bangsa Yahudi adalah kerana mereka
mendustakan nabi-nabi yang diutus. Padahal tidaklah Allah memilih utusan-utusanNya, kecuali dari orang-orang terbaik di kalangan dan pada zamannya.

Tentu saja, kerana Allah SWT mengutus mereka dalam rangka mengajak manusia beribadah hanya kepada ALLAH dan meninggalkan kesyirikan. Mereka dipilih untuk diterima, dicintai, diutamakan dan diteladani. Mereka diutus untuk didengar, dipercaya, dibenarkan, kemudian ditaati dan diikuti.

Adapun Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul akhir zaman dan penutup para nabi tentu saja memiliki keistimewaan tersendiri. Beliau diutus untuk segenap manusia yang Allah SWT tidak mengutus lagi seseorang setelah dia, baik nabi, apalagi rasul.

Yang tak ada alasan bagi orang Yahudi maupun Nashara untuk bertahan di dalam agama mereka, yang tidak ada balasan bagi mereka yang menolak ajakan Nabi Muhammad SAW kecuali dimasukkan ke dalam neraka.

"Demi Yang jiwa Muhammad di tangannya! Tidak seorang pun yang mendengar tentangku - apakah itu Yahudi atau Nasrani - kemudian dia mati dalam keadaan belum beriman kepada apa yang aku diutus dengannya, kecuali dia menjadi penduduk neraka. (HR:Muslim)

Dan semua kebaikan dari seluruh utusan ALLAH itu terkumpul pada satu peribadi
yang diutus sebagai penyempurna akhlak manusia - sejak Allah SWT menyatakan telah disempurnakannya agama ini, dilengkapkannya nikmat-Nya dan diredhaiNya Islam sebagai agama. Muhammad SAW adalah peribadi terbaik dari keturunan yang terbaik sebagaimana
yang ia sampaikan:

"Sesungguhnya dari keturunan Ismail Allah telah memilih Kinaanah dan dari
Kinaanah Ia memilih Quraisy dan dari Quraisy Ia memilih Bani Hasyim dan
dari Bani Hasyim Ia memilih aku. (HR: Muslim dari Wailah bin Al Asqa).

Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan di dalam tafsirnya mengenai hubungan antara kesempurnaan agama ini dengan diutusnya Muhammad SAW sebagai berikut:

Inilah nikmat Allah yang terbesar atas umat ini iaitu ketika Ia menyempurnakan agama mereka. Sehingga mereka tak lagi membutuhkan agama-agama lain juga tak lagi membutuhkan nabi selain dari nabi-nabi mereka sendiri.

Dan kerana Allah jadikan dia sebagai penutup para nabi yang diutus bagi segenap jin dan manusia. Maka tak ada yang halal selain yang telah dia halalkan dan tak ada yang haram selain yang dia haramkan.

Dan tak ada agama selain apa yang telah dia tetapkan. Beliau adalah sesempurna-sempurnanya akhlak manusia yang diutus antara lain untuk memperbaiki serta menyempurnakan akhlak manusia, sebagaimana yang Allah SWT tegaskan;
(Artinya: "Sesungguhnya engkau memiliki akhlak yang agung) (Al-Qalam:4)

Kemudian Muhammad SAW berkata: "Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia."

Nabi Muhammad SAW diutus untuk mengajari manusia mengenai kejujuran kerananya mustahil kalau dirinya sendiri pendusta. Nabi SAW diutus untuk mengajari manusia mengenai amanah keranannya mustahil kalau dirinya sendiri khianat.

Baginda SAW diutus untuk mengajari manusia tentang Al Haq, kerananya mustahil
kalau dirinya sendiri menempuh cara-cara yang batil.

Untuk misi yang sangat mulia inilah kerananya Allah SWT tidak membiarkan Muhammad SAW berbicara kecuali di bawah bimbingan wahyu.

(Artinya: "Tidaklah dia (Muhammad) berucap mengikuti hawa nafsu. Tidak lain yang diucapkan adalah wahyu yang diwahyukan kepadanya.") (An-Njam: 3-4)

Bahkan lebih dari itu, Muhammad SAW pun diperintahkan Allah SWT untuk mengajari para pengikutnya agar meneladani cara-cara beliau berdakwah.

(Artinya: "Katakanlah (wahai Muhammad): Inilah jalanku. Aku menyeru kepada Allah di atas bashirah. Aku dan mereka yang mengikutiku...") (Yusuf:108)

Sehingga Allah SWT pun memberikan jaminan akan keteladanan Muhammad dari sisi atau sudut manapun dan sebagai apapun dia.

(Artinya: "Sungguh pada diri Rasulullah terdapat teladan yang baik bagi mereka yang mengharapkan perjumpaan dengan Allah dan hari akhir serta banyak mengingat Allah.) (Al Ahzab:21)

Setelah begitu sempurnanya Allah SWT persiapkan Muhammad SAW, dipilih dari keluarga terhormat di kalangan dan pada zamannya dikenal sebagai Al Amin, bahkan sebelum dilantik menjadi nabi, dihiasi dengan akhlak mulia yang diakui bahkan oleh musuh-musuhnya, dibimbing di dalam bicara dan berdakwah.

Namun masih begitu banyak yang mendustakannya dan hidayah tidak mereka peroleh. Maka bagaimana pula jadinya jika melalui seseorang yang bukan dipersiapkan oleh Allah, bukan utusan-Nya, tak dikenal sebagai Al-Amin, belum terbukti akhlaknya serta tidak dibimbingkan Allah di dalam bicara dan berdakwah?

Sungguh benar ucapan Muhammad SAW tentang apa yang akan terjadi: "Akan datang pada manusia masa yang penuh tipu daya. Para pendusta dianggap jujur, sebaliknya orang jujur dicap pendusta.

Orang yang khianat dianggap amanah dan orang yang amanah dicap penghianat. Dan para Ruwaibidhah mulai angkat bicara. Ada yang bertanya: "Apa itu Ruwaibidhah?", Baginda menjawab, "Orang dungu yang lalai berbicara tentang umat."

Inilah saatnya zaman tersebut! Zaman yang lebih buruk dari pada zaman ketika Beliau diutus. Orang-orang jahiliyah di masa itu hanya mendustakan Rasulullah. Mereka
hanya mendustakan kebenaran, tetapi tidak pernah membenarkan kedustaan.

Bahkan kedustaan dianggap sebagai akhlak orang-orang rendah. Mereka tidak pernah menjadikan kedustaan sebagai wasilah untuk menggapai maksud. Mereka tidak pernah menghalalkan cara-cara hina guna mencapai tujuan.

Perhatikanlah bagaimana ucapan Abu Sufyan ketika ditanya oleh Raja Najasi,
Hiraklius, perihal Nabi SAW.

"...Demi Allah. Kalaulah tidak takut malu akan disebut pendusta, sungguh aku
sudah berdusta tentangnya..." (HR: Al Bukhari)

Mereka hanya menuduh Rasulullah SAW sebagai orang gila yang dengan sihirnya memecah belah bangsa Arab, tidak lebih dari itu. Tetapi mereka tidak pernah menganggap atau mencap orang-orang khianat sebagai amanah.

Ketika itu, dakwah yang haq disampaikan dengan cara yang haq didustakan. Tetapi dakwah yang batil disampaikan dengan cara yang bathil, tak pernah ada dan tak pernah
mereka benarkan.

Adapun zaman sekarang, dakwah yang haq didustakan dengan berbagai alasan, sedangkan dakwah yang batil dibenarkan dan dianggap benar juga dengan berbagai alasan. Khabar yang sahih diragu-ragukan, sedangkan cerita khayal dianggap suatu kebenaran. Dakwah yang haq ditinggalkan, sedangkan kedustaan dijadikan wasilah dakwah.

Cerpen, dongeng, sandiwara dan yang semisal dengannya tidak lebih dari bentuk-bentuk kedustaan atau kebohongan yang dikemas dengan keindahan bahasa, alur cerita dan cara pengungkapan.

Tetapi hakikatnya tetap dusta. Sedangkan agama yang haq dan mulia ini sama sekali tidak membutuhkan bantuan atau topangan berbentuk kedustaan. Sungguh agama ini terlalu suci dan terlalu mulia untuk mengharapkan bantuan dan pertolongan dari kebatilan.

(Ertinya: "Maka tak ada setelah AL Haq, selain kesesatan.") (Yunus: 32)

Jika melalui peribadi yang sudah dipersiapkan sedemikian rupa saja dakwah belum tentu menyebabkan seseorang mendapat hidayah. Maka apa yang diharapkan melalui dakwah yang dibangun di atas kedustaan?

Lantas, apa ertinya ucapan Rasulullah SAW yang sentiasa mengawali khutbahnya bagi kita semua: "Sesungguhnya, sebenar-benar pembicaraan adalah Kitabullah. Dan sebaik- baik petunjuk adalah petunjuk An-Nabi...."

Lantas, apa sebabnya kita boleh membenarkan kedustaan? Menganggap dongeng khayal sebagai wasilah dakwah sama saja dengan membenarkan kedustaan, sekaligus mendustakan kebenaran.

Bukankah Rasulullah SAw telah memperingatkan kita akan hal ini? Akankah peringatan itu kita dustakan pula? Ya, inilah saatnya zaman tersebut! Di mana kebenaran didustakan dan kedustaan dibenarkan.!

1 ulasan:

infogue berkata...

Artikel anda:

http://gaya-hidup.infogue.com/
http://gaya-hidup.infogue.com/_ketika_kebenaran_didustakan_dan_kedustaan_dibenarkan

promosikan artikel anda di infoGue.com. Telah tersedia widget shareGue dan pilihan widget lainnya serta nikmati fitur info cinema untuk para netter Indonesia. Salam!